Suatu hari, Nasruddin Hoja meminjam periuk kepada tetangganya. Lalu,
seminggu kemudian, dia mengembalikannya. Anehnya, Nasruddin
mengembalikan periuk itu dengan menyertakan juga periuk kecil. Tentu
saja, tetangganya itu terheran-heran.
“Mengapa periukku jadi dua?” tanya tetangga itu.
“Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat. Nah, inilah bayi periuk itu!”
Maka, tetangganya pun menyambut gembira. Dia sangat senang periuknya melahirkan periuk. Kemudian, Nasrudin pun pulang.
Tetapi, beberapa hari kemudian, Nasruddin meminjam kembali periuk itu.
Dan, setelah beberapa hari dipakai, Nasruddin tak segera
mengembalikannya. Maka, tentu saja tetangga itu merasa gusar. Dia
mendatangi rumah Nasruddin sambil menangis.
Nasruddin pun
menyambut tamunya dengan tenang, “Sungguh sebuah malapetaka telah
terjadi. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal dunia di
rumahku. Dan sekarang sudah kumakamkan di belakang rumah.”
Sang tetangga menjadi marah, “Ayo!!! Kembalikan periukku!!! Jangan belagak bodoh! Mana ada periuk bisa meninggal dunia!”
“Bukankah kemarin engkau percaya periuk bisa beranak?! Bukankah periuk
yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia bukan?!” kata
Nasrudin, sambil menghentikan tangis tetangganya.
Dari sebuah wacana Al-Hikmah